KOMPAS.com - Tiga tarian kolosal khas Tanah Timor seperti Tari Tebe, Likurai, dan Bidu dengan jumlah total 500 penari hebohkan Konser Musik Perbatasan Malaka dan Kefamenanu (KMP-MK) 2019.
KMP-MK 2019 sendiri resmi digelar pada 24-25 April 2019 di Lapangan Paroki Kamanasa (MISI), Betun, Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani mengungkapkan, 500 penari tersebut datang dari Malaka maupun juga dari Timor Leste.
“Kami sangat senang ternyata tarian ini mampu menyita perhatian para pengunjung yang datang. Semuanya menari bersama," ujar Ricky dalam keterangan tertulisnya.
Sebagai informasi, salah satu dari tiga tarian itu, yakni Tari Bidu merupakan tarian untuk mencari jodoh.
Seperti diketahui, Tanah Timor memiliki beberapa tahap menuju jenjang pernikahan. Pertama, ada Hameno Bidu yang bermakna kesepakatan sekaligus perencanaan awal menuju pelaminan.
Kemudian, tahap berikutnya adalah Binor, yaitu pertukaran cinderamata dan dilanjutkan dengan Mama Lulik atau peminangan.
Usai dipinang , tahap selanjutnya adalah Mama Tebes. Ini adalah momen membicarakan tanggal nikah.
Secara umum, Tari Bidu dibawakan oleh delapan penari putri dan satu atau dua penari putra.
Gerakan Tari Bidu bagi putra didominasi rentangan tangan dan memutar badan.
Sedangkan untuk penari putri didominasi oleh gerak lembut tangan. Selain itu, posisi kakinya jalan di tempat. Hal inilah yang menjadi simbol keanggunan putri Tanah Timor.
“Dengan kehadiran tarian tersebut, KMP-MK 2019 benar-benar menjadi sebuah ensiklopedia. Tatanan dan pranata ini tetap dijalankan secara harmoni, meski desakan modernisasi begitu kuat. Hal ini yang menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata terbaik di dunia,” kata Ricky.
Tari Ronggeng khas Timor
Selain Tari Bidu, ada pula Tari Tebe. Tarian tersebut bisa diasumsikan sebagai Tari Ronggeng.
Pada zaman dahulu, Tari Tebe ini menjadi ungkapan kegembiraan kala prajurit pulang dari medan perang. Tari Tebe ini dibawakan dengan lantunan syair dan kananuk (pantun).
“Tarian Tebe ini memang menjadi ungkapan rasa dan luapan kegembiraan. Tentunya sangat menarik bila mempelajari lebih lanjut isi dari syair dan pantun yang dilantunkan. Selain sarat nilai, Tari Tebe ini juga sagat terkenal,” terang Ricky lagi.
Popularitas Tari Tebe ini pun serupa dengan Tari Likurai. Tari Likurai bahkan digunakan sebagai opening ceremony Asian Games 2018.
Filosofi tinggi juga dimiliki Tari Likurai. Tarian ini jadi ungkapan rasa gembira. Tari Likurai dibawakan masing-masing 10 penari pria dan wanita.
Gerakannya khas. Gerak tubuh antara penari pria dan wanita berbeda. Gerak penari wanita didominasi oleh gerakan tangan yang memainkan kendang. Kedua kakinya pun menghentak bergantian. Tubuhnya melenggak ke kanan dan kiri sesuai irama.
Kemudian untuk gerakan penari pria didominasi permainan pedang. Posisi kedua kaki juga sama-sama menghentak hingga terlihat dinamis.
Dinamika menjadi berwarna karena ada gerakan merunduk dan berputar.
Menteri Pariwisata Arief Yahya pun turut mengapresiasi pagelaran KMP-MK 2019.
“Semua nilai kebaikan ditampilkan di konser ini. Komposisinya luar biasa. Bukan hanya itu, atraksi, aksesibilitas, dan amenitas menuju Malaka juga bagus. Kami tunggu Anda di Malaka. Enjoy Tanah Timor,” ujarnya.
Sebagai informasi, selain tarian kolosal, konser tersebut juga menghadirkan penyanyi Timor Leste (Tiles) Maria Vitoria dan penyanyi asal Indonesia Bondang Prakoso.