KOMPAS.com – Konser Musik Perbatasan Atambua (KMPA) 2019 akan segera digelar pada 8-9 Maret mendatang. Bagi Anda yang hendak berniat untuk menyambangi acara tersebut, ada baiknya Anda mulai menggali informasi tentang Atambua.
Pasalnya, kota yang berbatasan langsung dengan Timor Leste ini memiliki segudang pesona yang sayang untuk dilewatkan. Mulai dari destinasi wisata hingga berbagai macam suvenir sebagai buah tangan.
Nah, bila berbicara mengenai buah tangan asal Atambua, maka sebaiknya Anda tak boleh melewatkan kain tenun yang diberi nama Tais Belu.
“Atambua sangat kaya. Mereka memiliki culture dan nature yang luar biasa. Begitu juga dengan manmade-nya (suvenir buatan manusia). Seperti Tais Belu, kainnya indah dengan motif khas sehingga cocok digunakan untuk cenderamata,” ungkap Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani sesuai rilis tertulis yang Kompas.com terima, Senin (4/3/2019).
Sebagai informasi, Tais Belu masuk dalam jenis tenun ikat, lotis atau sotis, dan buna.
Baca juga: Berlibur ke NTT, Jangan Lupa ke Atambua!
Tasi Belu memiliki dua varian besar, yaitu Tais Futus dan Tais Soru. Untuk Tais Futus, ciri khasnya kainnya ikat bersulam. Beda dengan Tais Soru yang berupa kain tenunan pada umumnya.
Namun, apapun variannya, Tais Belu kerap diidentikkan dengan pakaian keseharian serta busana pesta masyarakat NTT.
Untuk pemakainya, kain tenun ini bisa digunakan pria maupun wanita. Buat pria, Tais Belu memakai tenun putih polos dan bergaris hitam-putih. Kainnya tanpa rumbagi.
Adapun untuk kaum wanita, kain tenun ini menggunakan warna hitam. Warna hitam di sini digunakan sebagai simbol malam, arah utara, dan lambang kaum wanita.
Kemudian, untuk warna merah yang identik dengan kaum pria, representasinya adalah siang dan arah selatan.
“Masyarakat Belu sangat bangga mengenakan kain ini. Tenun itu sudah menyatu dalam kehidupan mereka. Tais selalu dikenakan sehari-hari oleh masyarakat dengan penuh kebanggaan,” kata Rizki.
Kemudian, bila berbicara tentang motif, kain ini memiliki motif abstrak dan kecil. Sebagai gambaran, kaum pria lebih identik dengan Tais bermotif garis vertikal. Ha ini sebagai makna dari tanggung jawab sebagai kepala dari sebuah keluarga.
Namun, bila dilihat dari jenis coraknya, Tais Belu terbagi menjadi tiga macam, yakni Surolos, Nee Latek, dan Foit. Untuk Surolos adalah tenunan biasa putih polos, sedangkan Tais Nee Latek berbentuk tenun hitam putih.
Lalu untuk jenis Tais Foit terbagi lagi menjadi empat varian. Ada Tenun Cungkil Dadonan Mesak (Cungkil 1 Lidi), Oa Tonan Rua (Cungkil 2 Gigi), dan Amarasi dengan Motif Isin (Mata Tombak). Selain itu ada pula Tais Foit Karau Ukur (Tanduk Kerbau) dan Tais Marobo atau motif Sasuit (Sisir).
“Ada beragam jenis Tais yang dihasilkan. Mulai dari selendang, kain, hingga berbentuk sarung. Semua bentuk yang ditawarkan unik. Lebih dari itu, wisatawan juga bisa belajar singkat cara membuat Tais yang luar biasa ini,” tutur wanita yang biasa disapa Kiki itu.
Baca juga: Tari Likurai dan Sasando Jadi Pemuka Konser Perbatasan Atambua 2019
Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani mengatakan, terlepas dari berbagai macamnya jenis corak dan varian, Tais Belu merupakan warisan terbaik budaya NTT.
Selain itu, kelebihan lainnya dari Tais Belu adalah konsep eco-fashion yang tetap dilestarikan. Asal tahu saja, pewarnaan kain tenun ini masih dilakukan secara alami. Komposisi pewarnaannya pun dihasilkan dari daun jati, batang mahoni, traum (indigo vera), daun suji, kunyit, dan akar mengkudu.
Sementara itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya menegaskan bahwa Tais Belu adalah sebuah peradaban yang mestinya harus dilestarikan dan dijaga bersama.
“Tais Belu menjadi daya tarik wisata menarik dari Atambua. Tenun ini berhasil melewati seleksi alam dan bertahan hingga saat ini dengan nuansa tradisionalnya. Hanya karya terbaiklah yang bisa bertahan lama dan karakter ini dimiliki Tais Belu,” ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa para pengunjung bisa berburu Tais Belu di Atambua.
“Jadi, selain bergembira di KMPA 2019, para pengunjung juga bisa mengekplorasi peradaban dari Tanah Timor ini bersama,” pungkasnya.