KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus membangun embung penampung air hujan.
Paling baru, dua embung penampung hujan beroperasi, yakni Embung Serbaguna di Kecamatan Pulau Laut dan Embung Serasan di Kecamatan Serasan, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Embung Serbaguna di Kecamatan Pulau Laut merupakan satu dari 22 embung yang dibangun Ditjen SDA melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera IV di Kepulauan Riau.
“Kami mengelola delapan embung di Kabupaten Natuna, tiga di antaranya berkapasitas besar, tetapi pemanfaatannya belum optimal,” ujar Kepala BWS Sumatera IV Daniel dalam siaran pers, Kamis (10/10/2024).
Daniel mengatakan, peran embung sangat penting bagi warga Kabupaten Natuna.
Ada embung Serbaguna Pulau Laut yang tak hanya memenuhi kebutuhan air baku rumah tangga, tetapi juga kebutuhan air para nelayan dan kapal yang singgah.
Embung yang berada di Kabupaten Natuna itu memiliki kapasitas 115 liter per detik, atau setara 41,78 persen kapasitas yang telah terbangun.
Jika semua kapasitas dimanfaatkan, kebutuhan air pada 2024 sebesar 142 liter per detik bisa terpenuhi hingga 80,98 persen.
Kemudian, Kementerian PUPR juga membangun Embung Serasan untuk memenuhi pasokan air baku warga hunian tetap (huntap) yang terdampak bencana longsor pada 2023.
“Tantangan kami adalah DAS yang relatif pendek sehingga sulit mendapatkan sumber air baku karena tak ada sungai besar, jadi hanya bisa mengandalkan air hujan saja,” katanya.
Daniel memperkirakan, dua infrastruktur tersebut bisa memenuhi 80 persen kebutuhan air di wilayah tersebut.
Beberapa estuari juga sudah dalam perencanaan. Daniel berharap, keberadaan infrastruktur tersebut bisa menjadi sumber alokasi air baku.
“Peluang ini juga memungkinkan dilakukan di Kabupaten Anambas untuk mendukung kebutuhan air dari kapal internasional yang sering berlayar di perairan tersebut,” katanya.
Adapun BWS Sumatera IV juga menangani 117 daerah aliran sungai (DAS) di lima kabupaten dan dua kota dengan luas wilayah 451 kilometer (km) persen.
Baca juga: Kementerian PUPR Serahkan BMN Senilai Rp 19,26 Triliun, Ini Rinciannya
Luas daratan yang ditangani hanya 1,9 persen dan sisanya merupakan wilayah perairan. Di wilayah ini, ada 2.408 pulau dengan hampir 2.000 tak berpenghuni.
Kehadiran Embung Serbaguna Pulau Laut mendapatkan apresiasi dari masyarakat Kecamatan Pulau Laut.
Tokoh agama setempat, Matrani, mengatakan, air dari embung itu dimanfaatkan untuk peribadatan di tiga masjid dan dua surau.
Ia mengatakan, selama enam bulan musim kemarau pada 2024, embung itu belum pernah kering.
“Kami berterima kasih atas adanya embung karena sangat membantu dibandingkan harus mengambil air dari sumur,” kata Matrani.
Masyarakat juga kerap menggunakan air dari Embung Serbaguna Pulau Laut untuk melaksanakan tradisi selamatan pada 7-9 Safar agar terhindar dari malapetaka.
Baca juga: Menteri PUPR Pastikan Apartemen Siap Huni jika ASN Pindah ke IKN Januari 2025
Sebelum ada embung tersebut pada 2019, mereka harus bolak-balik mengambil air ke perigi dengan jarak 500 meter untuk melaksanakan ritual.
“Sekarang tinggal memutar keran di rumah dan air pun sudah tersedia. Keberadaan embung membuat pekerjaan kami lebih ringan,” kata tokoh adat Pulau Laut, Surya Arma.
Warga juga memberikan saran kepada pemerintah agar dapat meningkatkan kualitas air dari embung seperti sebelumnya.
Sebab, air baku dari embung tersebut sebelumnya bisa digunakan untuk konsumsi, tidak hanya untuk mencuci dan mandi.
Adapun Embung Serbaguna Pulau Laut dibangun pada 2017 di lahan seluas 8 hektar (ha).
Saat ini, debit air embung tersebut mencapai 5 liter persen detik dan bisa melayani kebutuhan air dua desa, yakni Desa Kadur dan Desa Air Payang.
Direktur Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Tirta Nusa Natuna Zaharuddin mengatakan, sebelum ada embung, pasokan air baku di Kabupaten Natuna memprihatinkan, terutama saat kemarau.
Baca juga: Jadi Andalan Jokowi, Ini Pencapaian Kementerian PUPR dalam Pembangunan Infrastruktur
Oleh sebab itu, masyarakat merasa terbantu saat pemerintah merealisasikan pembangunan embung.
“Kami sudah mengalami kekeringan dan kelangkaan air bersih setelah dua minggu musim kemarau,” ungkapnya.
Zaharuddin menilai, sebelumnya, warga hanya mengandalkan air yang bersumber dari gunung, tetapi tidak mencukupi.
Sementra itu, Camat Pulau Laut Bambang Erawan mengatakan, air dari embung digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, perkantoran, puskesmas, kantor kecamatan, kepolisian sektor (polsek), hingga pos komando rayon militer (koramil).
“Saat ini, air lebih mudah diakses karena langsung dialirkan ke rumah-rumah tanpa memerlukan pompa listrik, cukup membayar penggunaan per meter kubik,” kata Bambang.
Tak hanya itu, wilayah embung juga menjadi lokasi wisata yang diminati warga.
Selain itu, ada prospek pemanfaatan air baku karena banyak kapal pencari ikan dan kapal penjaga yang melintasi perairan Pulau Laut.
Baca juga: 10 Tahun Jadi Menteri PUPR, Basuki: Ikhlas dan Happy
“Sekitar 300-400 kapal berlabuh setiap tahun dan semuanya membutuhkan air,” ujar Bambang.
Hal itu menjadi potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari PDAM. Oleh sebab itu, pemerintah setempat mendorong peningkatan debut penyulingan air dan pipanisasi ke pelabuhan.
Paling tidak, diperlukan debit air 10-15 liter per detik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, perkantoran, hingga kapal nelayan.
Kecamatan Pulau Laut juga menghibahkan 55 ha lahan untuk pengembangan embung lebih lanjut